Jumat, 11 Maret 2016

MAKALAH MENGELOLA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN WHOLE LANGUAGE DI SD KELAS RENDAH



MENGELOLA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN WHOLE LANGUAGE DI SD KELAS RENDAH
MAKALAH

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SD KELAS RENDAH

DOSEN PENGAMPU :  HARTATI



DISUSUN OLEH
1. ANTONIUS TRISANTO TUKAN               ( 1401413639 )
2.  RASMINI                                                       ( 1401413606 )
3.  STEFANI NADYA G. DULA                       ( 1401413608 )
4.  PUTRI SRIKANDI                                        ( 1401413616 )

PPGT 2013
PGSD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan di semua jenis jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Bahasa Indonesia memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar khususnya sekolah dasar (SD) yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi karena bahasa Indonesia merupakan sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan cara berpikir logis, sistematis, dan kritis.
Salah satu keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dan guru harus cermat dalam memilih pendekatan mana yang cocok digunakan untuk lingkungannya.
Pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan sifat bahasa, serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi menganggap bahasa sebagai kebiasaan, ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan , dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah.
Pendekatan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia sejak dini, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Pada penulisan makalah ini, penulis akan mengkaji tentang pendekatan komunikatif dan pendekatan whole language pada pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah.

1.2 Rumusan Masalah
1.   Bagaimanakah pengertian dari pendekatan dalam pembelajaran?
2. Bagaimanakah pengertian, ciri-ciri dan penerapan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah?
3. Bagaimanakah pengertian, ciri-ciri dan penerapan pendekatan whole language dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah?

1.3 Tujuan

1.    Untuk dapat mengetahui pengertian dari pendekatan dalam pembelajaran.
2.   Untuk dapat mengetahui pengertian, ciri-ciri dan penerapan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah.
3.  Untuk dapat mengetahui pengertian, ciri-ciri dan penerapan pendekatan whole language dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendekatan
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah seperangakat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989) Pendekatan adalah seperangkat korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1.      Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
2.      Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

2.2 Pendekatan Komunikatif
2.2.1 Pengertian Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantungan bahasa.
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Jadi pembelajaran yang komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan yang memadai untuk mengembangkan kebahasaan dan menunjukkan dalam kegiatan berbahasa baik kegiatan produktif maupun reseptif sesuai dengan situasi nyata, bukan situasi buatan yang terlepas dari konteks.       
Menurut Littiewood (dalam Rofi’uddin, 1999:23) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa :
1.      Pendekatan komuikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga pada fungsi komunikasi bahasa.
2.      Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa pembelajaran bahasa, tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara menerapkan bentuk-bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Pendekatan komunikatif berorientasi pada proses belajar mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi. Prinsip dasar pendekatan komunikatif ialah:
a)      materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi
b)      desain materi harus menekankan proses belajar-mengajar dan bukan pokok bahasan
c)      materi harus memberi dorongan kepada pelajar untuk berkomunikasi secara wajar

2.2.2 Ciri – Ciri Pendekatan Komunikatif
Ciri-ciri utama pendekatan pembelajaran komunikatif ada dua kegiatan yang saling berkaitan yakni adanya kegiatan-kegiatan:
1)   Komunikasi Fungsional
Terdiri atas empat yakni: mengolah informasi, berbagi dan mengolah informasi,  berbagi informasi dengan kerja sama terbatas, dan berbagi informasi dengan kerja sama tak terbatas.
2)   Kegiatan yang sifatnya interaksi sosial.
Terdiri dari 6 hal yakni: improvisasi, lakon-lakon pendek yang lucu, aneka simulasi (bermain peran), dialog dan bermain peran, siding-sidang konversasi dan diskusi, serta berdebat. 
Adapun Brumfit dan Finocchiaro menyebutkan ciri-ciri pendekatan komunikatif adalah sebagai berikut.
1.    Makna merupakan hal yang terpenting
2.    Percakapan harus berpusat di sekitar fungsi komunikatif dan tidak dihafalkan secara normal
3.    Kontekstualisasi merupakan premis pertama
4.    Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi
5.    Komunikasi efektif dianjurkan
6.    Latihan atau drill diperbolehkan
7.    Ucapan yang dapat dipahami diutamakan
8.    Setiap alat bantu peserta didik diterima dengan baik
9.    Segala upaya untuk berkomunikasi dapat didorong sejak awal
10.  Penggunaan bahasa secara bijaksana dapat diterima bila memang layak
11.  Terjemaah digunakan jika diperlukan peserta didik
12.  Membaca dan menulis dapat dimulai sejak awal
13.  Sitem bahasa dipelajari melalui kegiatan berkomunikasi
14.  Komunikasi komunikatif merupakan tujuan
15.  Variasi linguistik merupakan konsep inti dalam materi dan metodologi
16.  Urutan ditentukan berdasarkan pertimbangan isi, fungsi, atau makna untuk memperkuat minat belajar
17.  Guru mendorong peserta didik agar dapat bekerja sama dengan menggunakan bahasa itu
18.  Bahasa diciptakan oleh peserta didik melalui mencoba dan mencoba
19.  Kefasihan dan bahasa yang berterima merupakan tujuan utama
20.  Peserta didik diharapkan dapat berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok atau pasangan, lisan dan tulis
21.  Guru tidak bisa meramal bahasa apa yang akan digunakan peserta didiknya.
22.  Motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang dikomunikasikan.

Secara operasional, Muchlisoh, dkk (1993) mengemukakan bahwa ciri-ciri pendekatan komunikatif tersebut dalam pengajaran seperti berikut.
1)  Kegiatan komunikatif yang disajikan betul-betul yang diperlukan oleh siswa. Misalnya, kalau siswa tidak tahu tentang cara me-namun padi, suruhlah ia mewawancarai petani, sehingga ia akan memperoleh informasi yang betul-betul dibutuhkan. Kalau siswa bertanya tentang sesuatu, tetapi sudah tahu jawabannya, ini bukan komunikasi, sebab tidak ada kesengajaan informasi (Hubard dalam Subyakto, 1989). Jadi, salah satu ciri pendekatan komunikatif adalah adanya kekosongan informasi.
2)   Untuk mendorong siswa mau belajar, hendaknya guru memberikan kegiatan belajar yang bermakna, Misalnya, tugas yang diberikan guru agar mengganti satu bentuk kalimat ke bentuk kalimat yang lain yang tidak begitu bermakna bagi siswa misalnya : Ibu memanggil adik,à Adik dipanggil Ibu, Tugas yang bermakna, misalnya, siswa menulis pengalamannya atau menulis hasil kunjungan.
3)   Materi dan silabus kurikulum komunikasi dipersiapkan setelah diadakan suatu analisis mengenai kebutuhan berbahasa.
4)   Penekanan pendekatan komunikatif ialah pada pelayanan individu siswa.
5)   Peran guru ialah sebagai pelayan. Ia menjadi fasilitator, motivator bagi perkembangan individu siswa. Guru tidak selalu dibenarkan selalu mendominasi kelas karena yang dipentingkan ialah bagaimana siswa dapat dibimbing untuk berkomunikasi dengan wajar (memiliki keterampilan berbahasa baik lisan maupun tulisan).
6)   Materi interaksional berperan menunjang komunikasi siswa secara aktif. Materi ini terdiri atas tiga macam : materi berdasarkan teks (buku-buku pelajaran), materi berdasarkan tugas (berupa tugas seperti membuat peta perjalanan dari rumah ke sekolah atau melakukan tugas bermain peran), materi berdasarkan bahan otentik/realita (materi yang diambil dari surat kabar, majalah , percakapan yang sesungguhnya dan sebagainya).

2.2.3 Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran
Dalam pendekatan komunikatif, yang menjadi acuan adalah kebutuhan si terdidik dan fungsi bahasa. Pendekatan komunikatif berusaha membuat si terdidik memiliki kecakapan berbahasa. Dengan sendirinya, acuan pokok setiap unit pelajaran ialah fungsi bahasa dan bukan tata bahasa. Dengan kata lain, tata bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sarana untuk melaksanakan maksud komunikasi. Pendekatan whole language merupakan sebuah pendekatan di mana kompetensi-kompetensi berbahasa saling dihubungan disaat pembelajaran berlangsung sehingga di dalam pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam proses belajar mengajar di sekolah secara optimal.
Untuk dapat merancang materi pengajaran yang mengacu pada pendekatan komunikatif (Brown 1994 dalam Sato1999), guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)   Tujuan pembelajaran didalam kelas difokuskan pada semua komponen dari kemampuan berkomunikasi
2)   Teknik dalam pembelajaran bahasa dirancang untuk melibatkan siswa dalam penggunaan bahasa yang pragmatis, autentik, fungsional dan bermakna,
3)   Kelancaran dan ketepatan berbahasa yang dapat melandasi teknik-teknik komunikatif,
4)   Siswa pada akhirnya harus menggunakan bahasa, baik secara produktif maupun reseptif.
Untuk lebih mengoperasionalkan pendekatan komunikatif ke dalam metode dan strategi di kelas, Brumfilt (1986) mengemukakan lima prinsip metode komunikatif, yakni :
1)      Ketahuilah apa yang anda kerjakan
2)      Keseluruhan lebih penting dari bagian-bagiannya
3)      Proses sama pentingnya dengan bentuk bahasa yang dihasilkan
4)      Untuk mempelajari sesuatu, kerjakanlah hal itu
5)      Kekeliruan bukanlah suatu kesalahan
Alternatif lain yang dapat dipakai sebagai acuan penerapan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa menurut Rafiudin (1999:35) yang mengutip pendapat Litlewood adalah dengan cara, siswa diberi latihan dengan teknik sebagai berikut.
1)      Memberikan Informasi Secara Terbatas
a)   Mengidentifikasi gambar
Dua orang siswa ditugasi melakukan percakapan tentang gambar yang disediakan oleh guru. Pertanyaan dapat mengenai warna, jumlah, bentuk, dan sebagainya.
b)   Menemukan informasi yang ditiadakan
Guru memberikan informasi tentang gambar, tetapi ada bagian-bagian yang sengaja ditiadakan. Siswa siswa ditugasi atau menemukan bagian-bagian yang tidak ada itu. Kemudian A mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada B, sehingga A dapat mengetahui gambar yang mana yang tidak ada pada gambar milik B.

2)     Memberikan informasi tanpa dibatasi (bebas tak terbatas)
a)   Mengomunikasikan contoh dan gambar
Siswa A membawa sebuah model bentuk-bentuk yang diatur/disusun ke dalam (menjadi) sebuah contoh, Siswa B juga membawa bentuk-bentuk yang sama. Mereka A dan B, harus saling memberikan informasi sehingga B dapat mengetahui contoh yang ada pada A dengan setepat-tepatnya.
b)   Menemukan perbedaan
Siswa A dan B masing-masing mempunyai sebuah gambar yang sama, kecuali beberapa bagian . Para siswa harus mendiskusikan gambar tersebut sehingga menemukan perbedaanya.
c)   Menyusun kembali bagian-bagian cerita
Sebuah gambar cerita (tanpa dialog) dipotong-potong. Setiap anggota kelompok memegang satu bagian tanpa mengetahui bagian gambar yang dipegang oleh yang lain; kelompok itu harus menentukan urutan aslinya, dan menyusun kembali cerita.

3)      Mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah
         Siswa mempunyai rencana akan mangunjungi sebuah kota yang menarik. B mempunyai daftar/jadwal bus. Mereka harus merencanakan perjalanan yang akan dilakukan yang memungkinkan mereka untuk mengunjungi beberapa tempat (misalnya 5 tempat) dalam satu hari, dan menggunakan waktu sekurang-kurangnya setengah jam untuk setiap tempat. Siswa harus memilih tempat yang paling menarik bagi mereka.

4)      Menyusun informasi
Siswa diminta membayangkan bahwa mereka akan mengadakan “camping”(berkemah) selama tiga hari. Tiap anggota hanya boleh membawa barang kira-kira seberat tiga kg. Kelompok itu harus menentukan apa saja yang mereka bawa, dengan melihat daftar barang yang patut dibawa, yang diberikan oleh guru, dan mempersiapkan pembekalan apabila mereka ditentang oleh kelompok lain.

Latihan-latihan tersebut merupakan latihan penggunaan bahasa dalam aktivitas berkomunikasi yang bersifat fungsional di dalam kelas. Di samping itu, juga terdapat tipe aktivitas berkomunikatif yang lain, yakni aktivitas interaksi sosial, yang diberikan kepada siswa yang lain berupa :
(1)   Kelas sebagai konteks sosial
Contoh : Percakapan atau diskusi
(2)   Simulasi dan bermain peran
Contoh :
(a)  Siswa diminta membayangkan dirinya ada dalam situasi yang dapat terjadi di luar kelas. Ini dapat saja berupa kejadian yang sederhana, misalnya bertemu seorang teman di jalan; tetapi dapat pula kejadian yang bersifat kompleks, negosiasi di dalam bisnis. 
(b)  Mereka (siswa) diminta memilih peran tertentu dalam suatu situasi. Dalam beberapa kasus, mungkin mereka berlaku sebagai dirinya sendiri, tetapi dalam beberapa kasus-kasus lain mungkin mereka memperagakan sesuatu, di dalam simulasi.
(c)   Mereka diminta berbuat seperti kalau situasi ini benar-benar terjadi, sesuai dengan peran mereka masing-masing. Permainan peran tidak selalu dalam bentuk akting, tetapi dapat juga dalam bentuk debat, atau improvisasi.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran bahasa dengan menggunakan pendekatan komunikatif, yaitu :
1)   Konsep komunikasi (siapa, apa, dimana, dan bagaimana) harus diperhatikan.
2)   Pelatihan kepekaan siswa untuk memilih ragam bahasa yang tepat sesuai dengan situasi komunikasi perlu diperhatikan, karena selama ini ada salah tafsir bahwa penggunaaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar diartikan sebagai penggunaan bahasa Indonesia baku.
3)   Untuk pelatihan bermacam komunikasi, pelatihan bermain peran atau drama sangat baik dan menyenangkan siswa, (Sugono,1993)
4)   Dengan demikian, acuan pokok setiap unit pembelajaran adalah fungsi bahasa, bukan tata bahasa. Dengan kata lain, tata bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sarana untuk mencapai maksud melaksanakan komunikasi.

Prosedur pembelajaran dengan menggunakan pendekatan komunikatif menurut (Finnachiaro & Brumfit, 1983) adalah sebagai berikut :
1.      Penyajian dialog singkat
2.      Pelatihan lisan dialog yang disajikan
3.      Penyajian tanya jawab
4.      Penelaah dan pengkajian
5.      Penarikan simpulan
6.      Aktivitas interpretatif
7.      Aktivitas produksi lisan
8.      Pemberian tugas
9.      Pelaksanaan evaluasi

2.3 Pendekatan Whole Language
2.3.1 Pengertian Pendekatan Whole Language
Whole language adalah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah. Whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian dari whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham constructivism.Whole language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu.

Pendekatan whole language membutuhkan lingkungan pembelajaran yang mana siswa berpartisipasi dalam menyusun bahasa untuk berkomunikasi untuk maksud dan tujuan-tujuan tertentu. Dalam pendekatan ini siswa mengembangkan kemampuan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis dengan cara alami. Froese (1990: 3) “Pemakaian pendekatan whole language menekankan pada kebebasan guru dalam pembelajaran bahasa. Guru akan mudah menggunakan pendekatan whole language dalam pembelajaran bahasa apabila bahasa yang diajarkan digunakan dalam aktivitas sehari-hari sehingga komponen bahasa menjadi berarti”.
Eisele (1991: 29-47) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pendekatan whole language sebagai berikut:
a.   Anak tumbuh dan belajar lebih siap ketika mereka secara aktif mengajak dirinya sendiri untuk belajar.
b.   Strategi dan kemahiran mereka pada proses kompleks seperti membaca dan menulis namun harus difasilitasi dengan baik oleh guru. Mereka perlu didukung secara psikologi.
c. Untuk membangun munculnya kemampuan membaca dan menulis, siswa perlu mencoba untuk meniru strategi orang tua atau guru
d.   Pengajaran dengan whole language didasarkan pada pengamatan bawa banyak hal yang dipelajari pada diri siswa, sehingga guru perlu memberikan kesempatan dan mendorong ke dalam proses belajar.
e.   Pembelajaran dengan whole language merangsang siswa untuk belajar secara mandiri. Tugas guru memberikan bimbingan kepada siswa.
f.    Guru dan siswa bersama-sama belajar dan mengambil resiko serta mengambil keputusan bersama dalam belajar.
g.   Guru mengenalkan interaksi sosial antara siswa, berdiskusi, berbagi ide, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam belajar.
h. Guru memberikan materi kepada siswa berupa tes agar mampu membedakan kemampuan mana yang belum optimal serta mendorong siswa untuk menemukan dan mengkritik kelemahan sendiri.
i.    Penilaian disatukan dengan pembelajaran.
j.    Guru membangun dan mengembangkan jenis tingkah laku serta sikap yang diperlukan dalam kemajuan belajar siswa.

Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen whole language:
a)   Reading Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang benar sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Manfaat yang didapat dari reading aloudantara lain meningkatkan keterampilan menyimak,memperkaya kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa.

b)   Jurnal Writing
Salah satu cara yang dipandang cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa menulis adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran menulis jurnal atau menulis informal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk lancar mencurahkan gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya, menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Banyak manfaat yang diperoleh dari menulis jurnal antara lain:
1) Meningkatkan kemampuan menulis. Dengan menulis jurnal, siswa akan terbiasa mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan dan ini berarti pula membantu mengembangkan kemampuan siswa dalam menulis,
2) Meningkatkan kemampuan membaca. Secara spontan siswa akan membaca hasil tulisannya sendiri setiap ia selesai menulis jurnal. Dengan cara ini tanpa disadari siswa juga melatih kemampuan membacanya. Dengan demikian, menulis jurnal dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa.
3) Menumbuhkan keberanian menghadapi risiko. Karena menulis jurnal bukanlah kegiatan yang harus dinilai, siswa tidak perlu takut terhadap kesalahan dalam menulis. Kegiatan menulis ini sekaligus dapat digunakan sebagai sarana bereksplorasi,
4) Memberi kesempatan untuk membuat refleksi. Melalui jurnal siswa dapat merefleksi semua yang telah dipelajarinya atau dilakukannya,
5) Memfalidasi pengalaman dan perasaan pribadi. Siswa dapat menulis apa saja pengalaman yang dialaminya, baik pengalaman di sekolah maupun pengalaman di luar sekolah. Semua pengalaman itu dapat diungkapkanya melalui tulisan dalam jurnal,
6) Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis. Bagi siswa, terutama siswa kelas tinggi, jurnal adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan pribadi. Jurnal ini sering juga disebut diary atau buku harian. Untuk jurnal jenis ini, siswa boleh memilih apakah guru boleh membaca jurnalnya atau tidak,
7) Meningkatkan kemampuan berpikir. Dengan meminta siswa menulis jurnal, berarti melatih mereka malakukan proses berpikir, mereka berusaha mengingat kembali, memilih kejadian mana yang akan diceritakan, dan menyusun informasi yang dimiliki menjadi cerita yang dapat dipahami pembaca. Dengan membaca jurnal, guru mengetahui kejadian atau materi mana yang berkesan dan dipahami siswa dan mana bagian yang membuatnya bingung,
8)   Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis. Melalui menulis jurnal, siswa belajar tata cara menulis seperti pengunaan huruf besar, tanda baca, dan struktur kalimat (tata bahasa). Siswa juga mulai menulis dengan menggunakan topik, judul, halaman, dan subtopik. Mereka juga menggunakan bentuk tulisan yang berbeda seperti dialog (percakapan), dan cerita bersambung. Semua ini diajarkan tidak secara formal.
9)   Menjadi alat evaluasi. Siswa dapat melihat kembali jurnal yang ditulisnya dan menilai sendiri kemampuan menulisnya. Mereka dapat melihat komentar atau respon guru atas kemajuannya. Guru dapat menggunakan jurnal sebagai sarana untuk menilai kemampuan berbahasa anak di samping juga penguasaan materi dan gaya penulisan,
10) Menjadi dokumen tertulis. Jurnal writing dapat digunakan siswa sebagai dokumen tertulis mengenai perkembangan hidup atau pribadinya. Setelah dewasa, mereka dapat melihat kembali hal-hal yang pernah mereka anggap penting pada waktu dulu.


c)    Sustained Silent Reading
Sustained Silent Reading adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan siswa. Siswa dibiarkan untuk memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sendiri sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah:
a.    Membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan
b.    Membaca dapat dilakukan oleh siapapun
c.    Membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut
d.   Siswa dapat membaca serta dapat berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama
e.    Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca
f.     Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir.

d)   Shared Reading
Shared Reading adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa, dimana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Disini guru lebih berperan sebagai model dalam membaca.
Ada beberapa cara melakukan kegiatan ini:
a.   Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah)
b.   Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku
c.   Siswa membaca bergiliran
Maksud kegiatan ini adalah:
a.    Sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model 
b.    Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya
c.    Siswa yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar

e)    Guided Reading
Guided reading disebut juga membaca terbimbing, guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam membaca terbimbing    penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, tetapi lebih pada membaca pemahaman. Dalamguided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman.

f)     Guided Writing
Guided Writing atau menulis terbimbing, peran guru adalah sebagai fasilitator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Contoh kegiatan ini seperti memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit yang dilakukan sendiri oleh siswa.

g)   Independent Reading
Independent Reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca, dimana siswa berkesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebasmerupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading, siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dam pemberi respon.

h)    Independent Writing
Independent Writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk independent writing antara lain menulis jurnal dan menulis respons.

2.3.2 Ciri – Ciri Pendekatan Whole Language
Teuku Alamsyah (2007:21-22) mendeskripsikan ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language. Tujuh ciri-ciri whole language, yaitu sebagai berikut:
a)   Kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut kabinet dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat oleh guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakan yang dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku pentunjuk dan berbagai barang cetak lainnya. Semua ini disusun dengan rapi berdasarkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. Walaupun hanya satu sudut yang dijadikan perpustakaan, tetapi buku tersedia di seluruh ruang kelas.
b)   Di kelas whole language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Over head projector (OHP) dan transparasi digunakan untuk untuk memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
c)   Di kelas whole language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya, di kelas harus tersedia buku dan materi yang menunjang. Buku disusun berdasarkan tingkat kemampuan membaca siswa sehingga siswa dapat memilih buku yang sesuai untuknya. Di kelas juga tersedia meja besar yang dapat digunakan siswa untuk menulis, melakukan editing dengan temannya, atau membuat cover untuk buku yang ditulisnya. Langkah-langkah proses menulis tertempel di dinding sehingga siswa dapat melihatnya setiap saat.
d)   Di kelas whole language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language hanya sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru. Siswa membuat kumpulan kata (word bank), melakukan brainstorming, dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart, dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian kelas. Buku perpustakaan dipinjam dan dikembalikan oleh siswa tanpa bantuan guru. Buku bacaan atau majalah dibawa oleh siswa dari rumah. Pada salah satu bulletin board terpampang pembagian tugas untuk setiap siswa. Siswa bekerja dan bergerak bebas di kelas.
e)   Di kelas whole language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual. Ada kelompok yang membuat pelajaran sejarah. Siswa lain secara individual menulis respon terhadap buku yang dibacanya, membuat buku, menuliskan kembali cerita rakyat, atau mengedit draft final. Guru terlibat dalam konferensi dengan siswa atau berkeliling ruangan mengamati siswa, berinteraksi dengan siswa atau membuat catatan tentang kegiatan siswa.
f)   Di kelas whole language siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas whole language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang kelas. Siswa dipacu untuk melakukan yang terbaik. Namun, guru tidak mengharapkan kesempurnaan. Yang penting adalah respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima. Di kelas whole language mendapat balikan (feed back) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas whole language adalah pemberian feed back dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
g)   Siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas menyampaikan materi. Sebagai fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.

2.3.3 Penerapan Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran
Pendekatan whole language merupakan sebuah pendekatan yang mana semua aspek keterampilan berbahasa dalam proses belajar saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pada
proses pembelajaran ini, siswa dominan untuk belajar mandiri. Siswa ditempatkan sebagai subjek bukan objek. Peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan pendekatan whole language hanya menjadi fasilisator. Guru bertugas untuk membimbing dan mengarahkan dalam suatu pemecahan masalah Dalam pembelajaran menulis pengalaman dengan pendekatan Whole Language kedelapan komponen tersebut diterapkan secara simultan agar hasil yang dicapai memuaskan. Secara rinci gambaran pembelajaran menulis pengalaman dengan pendekatan Whole Language dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian persiapan, pelaksanaan, dan bagian penilaian atau evaluasi.
1)   Bagian Persiapan
Penerapan pendekatan whole language pada tahap persiapan meliputi;
a.   Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
b.   Mempersiapan bahan pelajaran seperti, gambar alur menulis pengalaman
c.   Mempersiapkan media pembelajaran yang digunakan,
d.   Mempersiapkan berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku pentunjuk dan berbagai barang cetak lainnya
e.   Guru juga mempersiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil dan proses menulis pengalaman siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.

2)   Pelaksanaan
Pendekatan whole language terdiri dari 8 komponen. Kedelapan komponen tersebut diterapkan secara simultan dalam pembelajaran menulis pengalaman. Setelah tahap persiapan pembelajaran diselesaikan, maka secara rinci gambaran pembelajaran menulis pengalaman dengan pendekatan Whole Language adalah sebagai berikut:
a)   Reading Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita. Guru dapat membacakan cerita pengalaman pribadinya dengan suara nyaring dan intonasi yang baik sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati dan memahami isi ceritanya. Reading aloud dapat dilakukan setiap hari saat memulai pembelajaran. Guru hanya menggunakan beberapa menit saja (10 menit) untuk membacakan cerita. Kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk memotivasi siswa memasuki suasana belajar.


b)   Jurnal Writing
Journal writing atau menulis jurnal, pada kegiatan ini guru dapat memberi tugas kepada siswa untuk menuliskan cerita pengalaman selama perjalanan berangkat ke sekolah. Tugas guru adalah mendorong siswa agar mau mengungkapkan cerita yang dimilikinya. Guru juga berkewajiban untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberikan komentar atau respon terhadap cerita tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.
c)   SSR (Sustained Silent Reading)
Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Biarkan siswa memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut.
Guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama.
d)   Shared Reading
Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa, di mana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Dalam kegiatan ini guru dan siswa bersama-sama membaca sebuah cerita pengalaman yang sudah disediakan oleh guru. Pada tahap ini guru juga bisa meminta siswa membuka buku paket yang membahas topik tersebut, kemudian siswa diminta membaca keras secara bergantian.
e)   Guided Reading
Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru menjadi pengamat dan fasilitator dan guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekadar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan dikelas.
f)   Guided Writing
Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu siswa menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini siswa diberi tugas untuk menulis pengalaman tetapi dalam proses writing dalam memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
g)   Independent Reading (membaca bebas)
Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon. Membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca para siswa. misalnya guru membacakan sinopsis atau ringkasan buku yang terdapat pada halaman sampul. Jika guru pernah membaca buku tersebut, guru dapat menceritakannya sedikit tentang isi buku. Dengan mengetahui sekelumit tentang cerita, siswa akan termotovasi untuk memilih buku dan membacanya sendiri
h)   Independent writing (menulis bebas)
Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Dalam tahap ini siswa dapat menulis pengalamannya tanpa ada tuntutan tema dari guru.

3)   Penilaian atau evaluasi
Tahapan yang terakhir dalam proses belajar mengajar yang dilakukan guru yaitu melakukan evaluasi. Penilaian dan evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses belajar mengajar dalam tahap evaluasi ini guru dapat mendapatkan gambaran ketercapaian siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dalam tahap penilaian guru dapat melakukan dengan cara mengevaluasi hasil tulisan siswa. Dalam penilaian menulis pengalaman hal yang dinilai yaitu dari segi hasil dan proses. Dari segi hasil misalnya dapat dinilai dari segi bahasa, isi, dan teknik atau sistematika penulisan dari segi proses dapat dilihat keaktifan siswa selama mengikuti pelajaran.
Di dalam kelas whole language, guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan, berdiskusi baik dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi, alat penilaiannya seperti observasi dan catatan anecdote. Selain penilaian informal, penilaian dilakukan dengan portofolio.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
            Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Jadi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan yang memadai untuk mengembangkan kebahasaan dan menunjukkan dalam kegiatan berbahasa baik kegiatan produktif maupun reseptif sesuai dengan situasi nyata, bukan situasi buatan yang terlepas dari konteks.   
Pendekatan whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Pendekatan whole language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu. Pendekatan whole language membutuhkan lingkungan pembelajaran yang mana siswa berpartisipasi dalam menyusun bahasa untuk berkomunikasi untuk maksud dan tujuan-tujuan tertentu.

3.2 Saran
            Kita sebagai seorang calon pendidik khususnya pendidik di Sekolah Dasar, sebaiknya memahami tentang pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini karena pembelajaran bahasa Indonesia merupakan pembelajaran yang sangat penting. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajarannya juga kita harus memilih pendekatan yang cocok yang dpat dipakai sesuai dengan karakteristik dan perkembangan anak usia Sekolah Dasar demi tercapainya pembelajaran yang baik dalam segala aspek.


DAFTAR PUSTAKA

https://gunxgexgruppheyelven.wordpress.com/2013/10/24/pendekatan-pembelajaran-bahasa-indonesia-di-sekolah-dasar/
http://nurfitrarahma.blogspot.com/2012/07/pendekatan-dalam-pembelajaran-bahasa.html
http://hadislambeng.blogspot.com/2013/11/metode-dan-pendekatan-pengajaran-bahasa_27.html
http://mettaadnyana.blogspot.com/2014/06/makalah-pendekatan-komunikatif.html




0 komentar:

Posting Komentar