MENGELOLA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN
PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN WHOLE LANGUAGE DI SD KELAS RENDAH
MAKALAH
DISUSUN
GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SD
KELAS RENDAH
DOSEN PENGAMPU : HARTATI
DISUSUN
OLEH
1. ANTONIUS TRISANTO TUKAN ( 1401413639 )
2. RASMINI (
1401413606 )
3. STEFANI NADYA G. DULA (
1401413608 )
4. PUTRI SRIKANDI (
1401413616 )
PPGT 2013
PGSD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan
intelektual, sosial dan emosional. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
pendidikan di semua jenis jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar,
menengah hingga pendidikan tinggi. Bahasa Indonesia memegang peranan penting
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar khususnya sekolah dasar (SD)
yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi karena bahasa Indonesia
merupakan sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan cara berpikir logis,
sistematis, dan kritis.
Salah satu keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan
oleh pendekatan yang digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dan guru harus cermat dalam
memilih pendekatan mana yang cocok digunakan untuk lingkungannya.
Pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling
berkaitan dengan sifat bahasa, serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan
dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara
lain asumsi menganggap bahasa sebagai kebiasaan, ada pula yang menganggap
bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan , dan ada
lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah.
Pendekatan
pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
(SD) dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran bahasa Indonesia sejak dini, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu. Pada penulisan makalah ini, penulis akan mengkaji
tentang pendekatan komunikatif dan pendekatan whole language pada pembelajaran
bahasa Indonesia SD kelas rendah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
pengertian dari pendekatan dalam pembelajaran?
2. Bagaimanakah pengertian, ciri-ciri dan penerapan
pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah?
3. Bagaimanakah
pengertian, ciri-ciri dan penerapan pendekatan whole language dalam
pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah?
1.3 Tujuan
1. Untuk
dapat mengetahui pengertian dari pendekatan dalam pembelajaran.
2. Untuk
dapat mengetahui pengertian, ciri-ciri dan penerapan pendekatan komunikatif
dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD kelas rendah.
3. Untuk dapat mengetahui pengertian, ciri-ciri dan
penerapan pendekatan whole language dalam pembelajaran bahasa Indonesia SD
kelas rendah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pendekatan
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah
seperangakat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses
belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989) Pendekatan adalah seperangkat
korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan
menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat
hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada siswa (student centered approach)
2.
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach).
2.2 Pendekatan Komunikatif
2.2.1 Pengertian Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang
bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran
bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran empat
keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui
dan menghargai saling ketergantungan bahasa.
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang
berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam
berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa.
Jadi pembelajaran yang komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang memungkinkan
peserta didik memiliki kesempatan yang memadai untuk mengembangkan kebahasaan
dan menunjukkan dalam kegiatan berbahasa baik kegiatan produktif maupun
reseptif sesuai dengan situasi nyata, bukan situasi buatan yang terlepas dari
konteks.
Menurut Littiewood (dalam
Rofi’uddin, 1999:23) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa :
1.
Pendekatan komuikatif membuka diri bagi pandangan yang
luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat
bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga pada
fungsi komunikasi bahasa.
2.
Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan
yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa
pembelajaran bahasa, tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana
bentuk-bentuk bahasa itu, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara
menerapkan bentuk-bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi
dalam situasi dan waktu yang tepat.
Pendekatan komunikatif berorientasi pada proses
belajar mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi. Prinsip
dasar pendekatan komunikatif ialah:
a)
materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi
b)
desain materi harus menekankan proses belajar-mengajar
dan bukan pokok bahasan
c)
materi harus memberi dorongan kepada pelajar untuk
berkomunikasi secara wajar
2.2.2 Ciri – Ciri Pendekatan
Komunikatif
Ciri-ciri utama pendekatan pembelajaran komunikatif
ada dua kegiatan yang saling berkaitan yakni adanya kegiatan-kegiatan:
1) Komunikasi
Fungsional
Terdiri atas
empat yakni: mengolah informasi, berbagi dan mengolah
informasi, berbagi informasi dengan kerja sama terbatas, dan berbagi
informasi dengan kerja sama tak terbatas.
2) Kegiatan
yang sifatnya interaksi sosial.
Terdiri dari
6 hal yakni: improvisasi, lakon-lakon pendek yang lucu, aneka simulasi (bermain
peran), dialog dan bermain peran, siding-sidang konversasi dan diskusi, serta
berdebat.
Adapun Brumfit dan Finocchiaro menyebutkan ciri-ciri
pendekatan komunikatif adalah sebagai berikut.
1. Makna
merupakan hal yang terpenting
2. Percakapan
harus berpusat di sekitar fungsi komunikatif dan tidak dihafalkan secara normal
3. Kontekstualisasi
merupakan premis pertama
4. Belajar
bahasa berarti belajar berkomunikasi
5. Komunikasi
efektif dianjurkan
6. Latihan
atau drill diperbolehkan
7. Ucapan
yang dapat dipahami diutamakan
8. Setiap
alat bantu peserta didik diterima dengan baik
9. Segala
upaya untuk berkomunikasi dapat didorong sejak awal
10. Penggunaan
bahasa secara bijaksana dapat diterima bila memang layak
11. Terjemaah
digunakan jika diperlukan peserta didik
12. Membaca
dan menulis dapat dimulai sejak awal
13. Sitem
bahasa dipelajari melalui kegiatan berkomunikasi
14. Komunikasi
komunikatif merupakan tujuan
15. Variasi
linguistik merupakan konsep inti dalam materi dan metodologi
16. Urutan
ditentukan berdasarkan pertimbangan isi, fungsi, atau makna untuk memperkuat minat
belajar
17. Guru
mendorong peserta didik agar dapat bekerja sama dengan menggunakan bahasa itu
18. Bahasa
diciptakan oleh peserta didik melalui mencoba dan mencoba
19. Kefasihan
dan bahasa yang berterima merupakan tujuan utama
20. Peserta
didik diharapkan dapat berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok atau
pasangan, lisan dan tulis
21. Guru
tidak bisa meramal bahasa apa yang akan digunakan peserta didiknya.
22. Motivasi
intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang dikomunikasikan.
Secara operasional, Muchlisoh, dkk (1993) mengemukakan
bahwa ciri-ciri pendekatan komunikatif tersebut dalam pengajaran seperti
berikut.
1) Kegiatan
komunikatif yang disajikan betul-betul yang diperlukan oleh siswa. Misalnya,
kalau siswa tidak tahu tentang cara me-namun padi, suruhlah ia mewawancarai
petani, sehingga ia akan memperoleh informasi yang betul-betul dibutuhkan.
Kalau siswa bertanya tentang sesuatu, tetapi sudah tahu jawabannya, ini bukan
komunikasi, sebab tidak ada kesengajaan informasi (Hubard dalam Subyakto,
1989). Jadi, salah satu ciri pendekatan komunikatif adalah adanya kekosongan
informasi.
2) Untuk
mendorong siswa mau belajar, hendaknya guru memberikan kegiatan belajar yang
bermakna, Misalnya, tugas yang diberikan guru agar mengganti satu bentuk
kalimat ke bentuk kalimat yang lain yang tidak begitu bermakna bagi siswa
misalnya : Ibu memanggil adik,à Adik dipanggil Ibu, Tugas yang bermakna,
misalnya, siswa menulis pengalamannya atau menulis hasil kunjungan.
3) Materi
dan silabus kurikulum komunikasi dipersiapkan setelah diadakan suatu analisis
mengenai kebutuhan berbahasa.
4) Penekanan
pendekatan komunikatif ialah pada pelayanan individu siswa.
5) Peran
guru ialah sebagai pelayan. Ia menjadi fasilitator, motivator bagi perkembangan
individu siswa. Guru tidak selalu dibenarkan selalu mendominasi kelas karena
yang dipentingkan ialah bagaimana siswa dapat dibimbing untuk berkomunikasi
dengan wajar (memiliki keterampilan berbahasa baik lisan maupun tulisan).
6) Materi
interaksional berperan menunjang komunikasi siswa secara aktif. Materi ini
terdiri atas tiga macam : materi berdasarkan teks (buku-buku pelajaran), materi
berdasarkan tugas (berupa tugas seperti membuat peta perjalanan dari rumah ke
sekolah atau melakukan tugas bermain peran), materi berdasarkan bahan
otentik/realita (materi yang diambil dari surat kabar, majalah , percakapan
yang sesungguhnya dan sebagainya).
2.2.3 Penerapan Pendekatan
Komunikatif dalam Pembelajaran
Dalam pendekatan komunikatif, yang menjadi acuan adalah kebutuhan si
terdidik dan fungsi bahasa. Pendekatan komunikatif berusaha membuat si terdidik
memiliki kecakapan berbahasa. Dengan sendirinya, acuan pokok setiap unit
pelajaran ialah fungsi bahasa dan bukan tata bahasa. Dengan kata lain, tata
bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sarana untuk melaksanakan
maksud komunikasi. Pendekatan whole language merupakan sebuah pendekatan di mana
kompetensi-kompetensi berbahasa saling dihubungan disaat pembelajaran
berlangsung sehingga di dalam pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan yang
telah ditentukan dalam proses belajar mengajar di sekolah secara optimal.
Untuk dapat merancang materi pengajaran yang mengacu pada pendekatan
komunikatif (Brown 1994 dalam Sato1999), guru harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Tujuan pembelajaran didalam kelas difokuskan pada semua
komponen dari kemampuan berkomunikasi
2) Teknik dalam pembelajaran bahasa dirancang untuk
melibatkan siswa dalam penggunaan bahasa yang pragmatis, autentik, fungsional
dan bermakna,
3) Kelancaran dan ketepatan berbahasa yang dapat melandasi
teknik-teknik komunikatif,
4) Siswa
pada akhirnya harus menggunakan bahasa, baik secara produktif maupun reseptif.
Untuk lebih
mengoperasionalkan pendekatan komunikatif ke dalam metode dan strategi di
kelas, Brumfilt (1986) mengemukakan lima prinsip metode komunikatif, yakni :
1)
Ketahuilah apa yang anda kerjakan
2)
Keseluruhan lebih penting dari bagian-bagiannya
3)
Proses sama pentingnya dengan bentuk bahasa yang dihasilkan
4)
Untuk mempelajari sesuatu, kerjakanlah hal itu
5)
Kekeliruan bukanlah suatu kesalahan
Alternatif lain yang dapat dipakai sebagai acuan
penerapan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa menurut Rafiudin
(1999:35) yang mengutip pendapat Litlewood adalah dengan cara, siswa diberi
latihan dengan teknik sebagai berikut.
1) Memberikan
Informasi Secara Terbatas
a) Mengidentifikasi gambar
Dua orang
siswa ditugasi melakukan percakapan tentang gambar yang disediakan oleh guru. Pertanyaan
dapat mengenai warna, jumlah, bentuk, dan sebagainya.
b) Menemukan informasi yang ditiadakan
Guru
memberikan informasi tentang gambar, tetapi ada bagian-bagian yang sengaja
ditiadakan. Siswa siswa ditugasi atau menemukan bagian-bagian yang tidak ada
itu. Kemudian A mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada B, sehingga A dapat
mengetahui gambar yang mana yang tidak ada pada gambar milik B.
2) Memberikan informasi
tanpa dibatasi (bebas tak terbatas)
a) Mengomunikasikan contoh dan gambar
Siswa A
membawa sebuah model bentuk-bentuk yang diatur/disusun ke dalam (menjadi)
sebuah contoh, Siswa B juga membawa bentuk-bentuk yang sama. Mereka A dan B,
harus saling memberikan informasi sehingga B dapat mengetahui contoh yang ada
pada A dengan setepat-tepatnya.
b) Menemukan perbedaan
Siswa A dan
B masing-masing mempunyai sebuah gambar yang sama, kecuali beberapa bagian .
Para siswa harus mendiskusikan gambar tersebut sehingga menemukan perbedaanya.
c) Menyusun kembali bagian-bagian cerita
Sebuah gambar
cerita (tanpa dialog) dipotong-potong. Setiap anggota kelompok memegang satu
bagian tanpa mengetahui bagian gambar yang dipegang oleh yang lain; kelompok
itu harus menentukan urutan aslinya, dan menyusun kembali cerita.
3)
Mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah
Siswa mempunyai rencana akan
mangunjungi sebuah kota yang menarik. B mempunyai daftar/jadwal bus. Mereka
harus merencanakan perjalanan yang akan dilakukan yang memungkinkan mereka
untuk mengunjungi beberapa tempat (misalnya 5 tempat) dalam satu hari, dan
menggunakan waktu sekurang-kurangnya setengah jam untuk setiap tempat. Siswa
harus memilih tempat yang paling menarik bagi mereka.
4)
Menyusun informasi
Siswa
diminta membayangkan bahwa mereka akan mengadakan “camping”(berkemah) selama tiga hari. Tiap anggota hanya boleh
membawa barang kira-kira seberat tiga kg. Kelompok itu harus menentukan apa
saja yang mereka bawa, dengan melihat daftar barang yang patut dibawa, yang
diberikan oleh guru, dan mempersiapkan pembekalan apabila mereka ditentang oleh
kelompok lain.
Latihan-latihan tersebut merupakan
latihan penggunaan bahasa dalam aktivitas berkomunikasi yang bersifat
fungsional di dalam kelas. Di samping itu, juga terdapat tipe aktivitas
berkomunikatif yang lain, yakni aktivitas interaksi sosial, yang diberikan
kepada siswa yang lain berupa :
(1) Kelas sebagai konteks sosial
Contoh : Percakapan atau diskusi
(2) Simulasi dan bermain peran
Contoh :
(a) Siswa diminta membayangkan dirinya ada dalam situasi yang
dapat terjadi di luar kelas. Ini dapat saja berupa kejadian yang sederhana,
misalnya bertemu seorang teman di jalan; tetapi dapat pula kejadian yang
bersifat kompleks, negosiasi di dalam bisnis.
(b) Mereka (siswa) diminta memilih peran tertentu dalam suatu
situasi. Dalam beberapa kasus, mungkin mereka berlaku sebagai dirinya sendiri,
tetapi dalam beberapa kasus-kasus lain mungkin mereka memperagakan sesuatu, di
dalam simulasi.
(c) Mereka
diminta berbuat seperti kalau situasi ini benar-benar terjadi, sesuai dengan
peran mereka masing-masing. Permainan peran tidak selalu dalam bentuk akting,
tetapi dapat juga dalam bentuk debat, atau improvisasi.
Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran bahasa dengan menggunakan pendekatan
komunikatif, yaitu :
1) Konsep komunikasi (siapa, apa,
dimana, dan bagaimana) harus diperhatikan.
2) Pelatihan kepekaan siswa untuk
memilih ragam bahasa yang tepat sesuai dengan situasi komunikasi perlu
diperhatikan, karena selama ini ada salah tafsir bahwa penggunaaan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar diartikan sebagai penggunaan bahasa Indonesia
baku.
3) Untuk pelatihan bermacam
komunikasi, pelatihan bermain peran atau drama sangat baik dan menyenangkan
siswa, (Sugono,1993)
4) Dengan demikian, acuan pokok
setiap unit pembelajaran adalah fungsi bahasa, bukan tata bahasa. Dengan kata
lain, tata bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sarana untuk
mencapai maksud melaksanakan komunikasi.
Prosedur pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan komunikatif menurut (Finnachiaro & Brumfit,
1983) adalah sebagai berikut :
1. Penyajian dialog singkat
2. Pelatihan lisan dialog yang disajikan
3. Penyajian tanya jawab
4. Penelaah dan pengkajian
5. Penarikan simpulan
6. Aktivitas interpretatif
7. Aktivitas produksi lisan
8. Pemberian tugas
9. Pelaksanaan evaluasi
2.3 Pendekatan
Whole Language
2.3.1 Pengertian Pendekatan Whole
Language
Whole language adalah
satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara
utuh, tidak terpisah-pisah. Whole
language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa,
tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian dari whole language adalah suatu
pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham constructivism.Whole language dimulai dengan
menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan
bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu.
Pendekatan
whole language membutuhkan lingkungan pembelajaran yang mana siswa
berpartisipasi dalam menyusun bahasa untuk berkomunikasi untuk maksud dan
tujuan-tujuan tertentu. Dalam pendekatan ini siswa mengembangkan kemampuan
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis dengan cara alami. Froese (1990: 3)
“Pemakaian pendekatan whole language menekankan pada kebebasan guru dalam
pembelajaran bahasa. Guru akan mudah menggunakan pendekatan whole language
dalam pembelajaran bahasa apabila bahasa yang diajarkan digunakan dalam
aktivitas sehari-hari sehingga komponen bahasa menjadi berarti”.
Eisele (1991: 29-47)
menyatakan bahwa prinsip-prinsip pendekatan whole language sebagai berikut:
a. Anak
tumbuh dan belajar lebih siap ketika mereka secara aktif mengajak dirinya
sendiri untuk belajar.
b. Strategi
dan kemahiran mereka pada proses kompleks seperti membaca dan menulis namun
harus difasilitasi dengan baik oleh guru. Mereka perlu didukung secara
psikologi.
c. Untuk membangun munculnya kemampuan membaca dan
menulis, siswa perlu mencoba untuk meniru strategi orang tua atau guru
d. Pengajaran
dengan whole language didasarkan
pada pengamatan bawa banyak hal yang dipelajari pada diri siswa, sehingga guru
perlu memberikan kesempatan dan mendorong ke dalam proses belajar.
e.
Pembelajaran dengan whole language merangsang siswa untuk
belajar secara mandiri. Tugas guru memberikan bimbingan kepada siswa.
f.
Guru dan siswa bersama-sama belajar dan
mengambil resiko serta mengambil keputusan bersama dalam belajar.
g.
Guru mengenalkan interaksi sosial antara
siswa, berdiskusi, berbagi ide, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam belajar.
h.
Guru memberikan materi kepada siswa berupa tes agar mampu membedakan kemampuan
mana yang belum optimal serta mendorong siswa untuk menemukan dan mengkritik
kelemahan sendiri.
i.
Penilaian disatukan dengan
pembelajaran.
j.
Guru membangun dan mengembangkan jenis
tingkah laku serta sikap yang diperlukan dalam kemajuan belajar siswa.
Menurut Routman
(1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen whole language:
a) Reading Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru
untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks
atau buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang
benar sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Manfaat
yang didapat dari reading aloudantara
lain meningkatkan keterampilan menyimak,memperkaya kosakata, membantu
meningkatkan membaca pemahaman, dan yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan
minat baca pada siswa.
b) Jurnal Writing
Salah satu
cara yang dipandang cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa menulis
adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran menulis jurnal atau menulis
informal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk lancar mencurahkan
gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya, menggunakan bahasa dalam
bentuk tulisan. Banyak manfaat yang diperoleh dari menulis jurnal antara lain:
1)
Meningkatkan kemampuan menulis. Dengan menulis jurnal, siswa akan terbiasa
mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan dan ini berarti pula membantu
mengembangkan kemampuan siswa dalam menulis,
2)
Meningkatkan kemampuan membaca. Secara spontan siswa akan membaca hasil
tulisannya sendiri setiap ia selesai menulis jurnal. Dengan cara ini tanpa
disadari siswa juga melatih kemampuan membacanya. Dengan demikian, menulis
jurnal dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa.
3)
Menumbuhkan keberanian menghadapi risiko. Karena menulis jurnal bukanlah
kegiatan yang harus dinilai, siswa tidak perlu takut terhadap kesalahan dalam
menulis. Kegiatan menulis ini sekaligus dapat digunakan sebagai sarana
bereksplorasi,
4)
Memberi kesempatan untuk membuat refleksi. Melalui jurnal siswa dapat merefleksi
semua yang telah dipelajarinya atau dilakukannya,
5)
Memfalidasi pengalaman dan perasaan pribadi. Siswa dapat menulis apa saja
pengalaman yang dialaminya, baik pengalaman di sekolah maupun pengalaman di
luar sekolah. Semua pengalaman itu dapat diungkapkanya melalui tulisan dalam
jurnal,
6)
Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis. Bagi siswa, terutama
siswa kelas tinggi, jurnal adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan pribadi.
Jurnal ini sering juga disebut diary atau
buku harian. Untuk jurnal jenis ini, siswa boleh memilih apakah guru boleh
membaca jurnalnya atau tidak,
7)
Meningkatkan kemampuan berpikir. Dengan meminta siswa menulis jurnal, berarti
melatih mereka malakukan proses berpikir, mereka berusaha mengingat kembali,
memilih kejadian mana yang akan diceritakan, dan menyusun informasi yang
dimiliki menjadi cerita yang dapat dipahami pembaca. Dengan membaca jurnal,
guru mengetahui kejadian atau materi mana yang berkesan dan dipahami siswa dan
mana bagian yang membuatnya bingung,
8)
Meningkatkan kesadaran akan peraturan
menulis. Melalui menulis jurnal, siswa belajar tata cara menulis seperti
pengunaan huruf besar, tanda baca, dan struktur kalimat (tata bahasa). Siswa
juga mulai menulis dengan menggunakan topik, judul, halaman, dan subtopik.
Mereka juga menggunakan bentuk tulisan yang berbeda seperti dialog
(percakapan), dan cerita bersambung. Semua ini diajarkan tidak secara formal.
9)
Menjadi alat evaluasi. Siswa dapat
melihat kembali jurnal yang ditulisnya dan menilai sendiri kemampuan
menulisnya. Mereka dapat melihat komentar atau respon guru atas kemajuannya.
Guru dapat menggunakan jurnal sebagai sarana untuk menilai kemampuan berbahasa
anak di samping juga penguasaan materi dan gaya penulisan,
10)
Menjadi dokumen tertulis. Jurnal
writing dapat digunakan siswa sebagai dokumen tertulis mengenai
perkembangan hidup atau pribadinya. Setelah dewasa, mereka dapat melihat
kembali hal-hal yang pernah mereka anggap penting pada waktu dulu.
c) Sustained
Silent Reading
Sustained Silent Reading adalah kegiatan membaca dalam
hati yang dilakukan siswa. Siswa dibiarkan untuk memilih bacaan yang sesuai
dengan kemampuannya sendiri sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan
tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang
menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih
materi bacaan. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini
adalah:
a. Membaca
adalah kegiatan penting yang menyenangkan
b. Membaca
dapat dilakukan oleh siapapun
c. Membaca
berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut
d. Siswa
dapat membaca serta dapat berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup
lama
e. Guru
percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca
f. Siswa
dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah
kegiatan SSR berakhir.
d) Shared Reading
Shared Reading adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan
siswa, dimana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini
dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Disini guru lebih
berperan sebagai model dalam membaca.
Ada beberapa
cara melakukan kegiatan ini:
a. Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk
kelas rendah)
b. Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat
bacaan yang tertera pada buku
c. Siswa membaca bergiliran
Maksud kegiatan ini adalah:
a. Sambil
melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai
model
b. Memberikan
kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya
c. Siswa
yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar
e) Guided
Reading
Guided reading disebut juga membaca terbimbing, guru menjadi
pengamat dan fasilitator. Dalam membaca terbimbing
penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, tetapi lebih pada membaca
pemahaman. Dalamguided reading semua
siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan
yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman.
f) Guided
Writing
Guided Writing atau menulis terbimbing, peran guru adalah
sebagai fasilitator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan
bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak
sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk.
Contoh kegiatan ini seperti memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan
mengedit yang dilakukan sendiri oleh siswa.
g) Independent
Reading
Independent Reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca,
dimana siswa berkesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin
dibacanya. Membaca bebasmerupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading, siswa
bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun
berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang
pengamat, fasilitator, dam pemberi respon.
h) Independent
Writing
Independent Writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan
berpikir kritis. Siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi
dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis
menulis yang termasuk independent
writing antara lain menulis jurnal dan menulis respons.
2.3.2 Ciri – Ciri Pendekatan Whole
Language
Teuku
Alamsyah (2007:21-22) mendeskripsikan ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language. Tujuh ciri-ciri whole language, yaitu sebagai berikut:
a)
Kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan.
Barang-barang tersebut kabinet dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa
menghiasi dinding dan bulletin board. Karya
tulis siswa dan chart yang dibuat
siswa menggantikan bulletin board yang
dibuat oleh guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakan yang
dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus,
buku pentunjuk dan berbagai barang cetak lainnya. Semua ini disusun dengan rapi
berdasarkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. Walaupun
hanya satu sudut yang dijadikan perpustakaan, tetapi buku tersedia di seluruh
ruang kelas.
b)
Di kelas whole language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan
siswa bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan
berbicara. Over head projector (OHP)
dan transparasi digunakan untuk untuk memperagakan proses menulis. Siswa
mendengarkan cerita melalui tape
recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
c)
Di kelas whole language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya,
di kelas harus tersedia buku dan materi yang menunjang. Buku disusun
berdasarkan tingkat kemampuan membaca siswa sehingga siswa dapat memilih buku
yang sesuai untuknya. Di kelas juga tersedia meja besar yang dapat digunakan
siswa untuk menulis, melakukan editing dengan temannya, atau membuat cover untuk buku yang ditulisnya.
Langkah-langkah proses menulis tertempel di dinding sehingga siswa dapat
melihatnya setiap saat.
d)
Di kelas whole language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran.
Peran guru di kelas whole language hanya
sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang
biasanya dilakukan oleh guru. Siswa membuat kumpulan kata (word bank), melakukan brainstorming, dan mengumpulkan
fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart,
dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian
kelas. Buku perpustakaan dipinjam dan dikembalikan oleh siswa tanpa bantuan
guru. Buku bacaan atau majalah dibawa oleh siswa dari rumah. Pada salah satu bulletin board terpampang pembagian
tugas untuk setiap siswa. Siswa bekerja dan bergerak bebas di kelas.
e)
Di kelas whole language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran
bermakna. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu
mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam
kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual. Ada kelompok yang membuat
pelajaran sejarah. Siswa lain secara individual menulis respon terhadap buku
yang dibacanya, membuat buku, menuliskan kembali cerita rakyat, atau mengedit
draft final. Guru terlibat dalam konferensi dengan siswa atau berkeliling
ruangan mengamati siswa, berinteraksi dengan siswa atau membuat catatan tentang
kegiatan siswa.
f)
Di kelas whole language siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen.
Guru di kelas whole language menyediakan
kegiatan belajar dalam berbagai kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil.
Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap
siswa terpampang di seputar ruang kelas. Siswa dipacu untuk melakukan yang
terbaik. Namun, guru tidak mengharapkan kesempurnaan. Yang penting adalah
respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima. Di kelas whole language mendapat balikan (feed back) positif baik dari guru maupun
temannya. Ciri kelas whole language adalah
pemberian feed back dengan
segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi,
berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa
memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat
perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan
respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
g)
Siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas menyampaikan materi. Sebagai
fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa.
Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.
2.3.3 Penerapan Pendekatan Whole
Language dalam Pembelajaran
Pendekatan whole
language merupakan sebuah pendekatan yang mana semua aspek keterampilan berbahasa
dalam proses belajar saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pada
proses
pembelajaran ini, siswa dominan untuk belajar mandiri. Siswa ditempatkan
sebagai subjek bukan objek. Peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan
pendekatan whole language hanya
menjadi fasilisator. Guru bertugas untuk membimbing dan mengarahkan dalam suatu
pemecahan masalah Dalam pembelajaran menulis pengalaman dengan pendekatan Whole Language kedelapan komponen
tersebut diterapkan secara simultan agar hasil yang dicapai memuaskan. Secara
rinci gambaran pembelajaran menulis pengalaman dengan pendekatan Whole Language dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu bagian persiapan, pelaksanaan, dan bagian penilaian atau
evaluasi.
1) Bagian
Persiapan
Penerapan pendekatan whole language pada tahap persiapan
meliputi;
a.
Pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP),
b.
Mempersiapan bahan pelajaran seperti,
gambar alur menulis pengalaman
c.
Mempersiapkan media pembelajaran yang
digunakan,
d.
Mempersiapkan berbagai jenis buku (tidak
hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku pentunjuk dan berbagai barang
cetak lainnya
e.
Guru juga mempersiapkan lembar evaluasi
untuk menilai hasil dan proses menulis pengalaman siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar.
2) Pelaksanaan
Pendekatan
whole language terdiri dari 8
komponen. Kedelapan komponen tersebut diterapkan secara simultan dalam
pembelajaran menulis pengalaman. Setelah tahap persiapan pembelajaran
diselesaikan, maka secara rinci gambaran pembelajaran menulis pengalaman dengan
pendekatan Whole Language adalah
sebagai berikut:
a)
Reading
Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca
yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang
terdapat dalam buku teks atau buku cerita. Guru dapat membacakan cerita
pengalaman pribadinya dengan suara nyaring dan intonasi yang baik sehingga
setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati dan memahami isi ceritanya. Reading aloud dapat dilakukan setiap
hari saat memulai pembelajaran. Guru hanya menggunakan beberapa menit saja (10
menit) untuk membacakan cerita. Kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk
memotivasi siswa memasuki suasana belajar.
b)
Jurnal
Writing
Journal writing atau menulis jurnal,
pada kegiatan ini guru dapat memberi tugas kepada siswa untuk menuliskan cerita
pengalaman selama perjalanan berangkat ke sekolah. Tugas guru adalah mendorong
siswa agar mau mengungkapkan cerita yang dimilikinya. Guru juga berkewajiban
untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberikan komentar atau respon terhadap
cerita tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.
c)
SSR (Sustained Silent Reading)
Dalam
kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi
yang akan dibacanya. Biarkan siswa memilih bacaan yang sesuai dengan
kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut.
Guru sedapat mungkin
menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga
memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberikan contoh sikap
membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan
membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama.
d)
Shared
Reading
Shared reading ini adalah kegiatan
membaca bersama antara guru dan siswa, di mana setiap orang mempunyai buku yang
sedang dibacanya. Dalam kegiatan ini guru dan siswa bersama-sama membaca sebuah
cerita pengalaman yang sudah disediakan oleh guru. Pada tahap ini guru juga
bisa meminta siswa membuka buku paket yang membahas topik tersebut, kemudian
siswa diminta membaca keras secara bergantian.
e) Guided
Reading
Dalam
guided reading semua siswa
membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru menjadi pengamat dan fasilitator
dan guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis,
bukan sekadar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca
yang penting dilakukan dikelas.
f)
Guided
Writing
Guided writing atau menulis
terbimbing. Seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran
guru adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu siswa menemukan hal yang ingin
ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai
pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam
kegiatan ini siswa diberi tugas untuk menulis pengalaman tetapi dalam proses writing dalam memilih topik, membuat
draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
g)
Independent
Reading (membaca bebas)
Dalam
independent reading siswa
bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun
berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang
pengamat, fasilitator, dan pemberi respon. Membaca bebas yang diberikan secara
rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca para
siswa. misalnya guru membacakan sinopsis atau ringkasan buku yang terdapat pada
halaman sampul. Jika guru pernah membaca buku tersebut, guru dapat menceritakannya
sedikit tentang isi buku. Dengan mengetahui sekelumit tentang cerita, siswa
akan termotovasi untuk memilih buku dan membacanya sendiri
h)
Independent
writing (menulis bebas)
Dalam
menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi
dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Dalam tahap
ini siswa dapat menulis pengalamannya tanpa ada tuntutan tema dari guru.
3) Penilaian
atau evaluasi
Tahapan
yang terakhir dalam proses belajar mengajar yang dilakukan guru yaitu melakukan
evaluasi. Penilaian dan evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses belajar
mengajar dalam tahap evaluasi ini guru dapat mendapatkan gambaran ketercapaian
siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dalam tahap penilaian guru dapat melakukan
dengan cara mengevaluasi hasil tulisan siswa. Dalam penilaian menulis
pengalaman hal yang dinilai yaitu dari segi hasil dan proses. Dari segi hasil
misalnya dapat dinilai dari segi bahasa, isi, dan teknik atau sistematika
penulisan dari segi proses dapat dilihat keaktifan siswa selama mengikuti
pelajaran.
Di dalam
kelas whole language, guru
senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal selama
pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan,
berdiskusi baik dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Penilaian juga
berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi, alat penilaiannya
seperti observasi dan catatan anecdote. Selain penilaian informal, penilaian
dilakukan dengan portofolio.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik
tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu.
Pendekatan komunikatif merupakan
pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa
dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran
bahasa. Jadi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang komunikatif adalah
pembelajaran bahasa yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan yang
memadai untuk mengembangkan kebahasaan dan menunjukkan dalam kegiatan berbahasa
baik kegiatan produktif maupun reseptif sesuai dengan situasi nyata, bukan
situasi buatan yang terlepas dari konteks.
Pendekatan whole language adalah
cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran, dan
tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Pendekatan whole language dimulai dengan
menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan
bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu. Pendekatan
whole language membutuhkan lingkungan pembelajaran yang mana siswa berpartisipasi
dalam menyusun bahasa untuk berkomunikasi untuk maksud dan tujuan-tujuan
tertentu.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang calon pendidik
khususnya pendidik di Sekolah Dasar, sebaiknya memahami tentang pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran, khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia. Hal
ini karena pembelajaran bahasa Indonesia merupakan pembelajaran yang sangat
penting. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajarannya juga kita harus
memilih pendekatan yang cocok yang dpat dipakai sesuai dengan karakteristik dan
perkembangan anak usia Sekolah Dasar demi tercapainya pembelajaran yang baik
dalam segala aspek.
DAFTAR PUSTAKA
https://gunxgexgruppheyelven.wordpress.com/2013/10/24/pendekatan-pembelajaran-bahasa-indonesia-di-sekolah-dasar/
http://nurfitrarahma.blogspot.com/2012/07/pendekatan-dalam-pembelajaran-bahasa.html
http://hadislambeng.blogspot.com/2013/11/metode-dan-pendekatan-pengajaran-bahasa_27.html
http://mettaadnyana.blogspot.com/2014/06/makalah-pendekatan-komunikatif.html
0 komentar:
Posting Komentar