Jumat, 27 Mei 2016

PRINSIP KONTEKSTUAL, FUNGSIONAL, INTEGRATIF DAN APRESIATIF


PRINSIP KONTEKSTUAL, FUNGSIONAL, INTEGRATIF DAN APRESIATIF

RESUME

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SD

DOSEN PENGAMPU : UMAR SAMADHY


Oleh
1.    ANTONIUS TRISANTO TUKAN               ( 1401413639 )
2.    RASMINI                                                       ( 1401413606 )
3.    RASVIA SUKMA                                           ( 1401413617 )

PPGT 2013
PGSD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


PRINSIP KONTEKSTUAL, FUNGSIONAL, INTEGRATIF DAN APRESIATIF

1.1 Prinsip Kontekstual
1.1.1 Pengertian Prinsip Kontekstual
Purnomo (2002:10) mengungkapkan bahwa kontekstual adalah pembelajaran yang dilakukan secara konteks, baik konteks linguistik maupun konteks nonlinguistik. Sementara Depdiknas (2002:5) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen untuk pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
Pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistic dan bertujuan membantu siswa kelas  untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. 
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Melalui pembelajaran kontekstual, siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapainya. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada member informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
a.   Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa.
b.   Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
c.   Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
d.   Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan  mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
e.   Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

1.1.2 Komponen Prinsip Kontekstual
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Dalam teori konstruktivisme dijelaskan bahwa struktur pengetahuan dikembangkan oleh otak manusia melalui dua cara, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibangun atas dasar pengetahuan yang sudah ada. Sementara itu, akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan hadirnya pengalaman baru. Bagaimana pelaksanaannya di kelas dalam pembelajaran bahasa Indonesia sehari-hari adalah dapat diwujudkan dalam bentuk peserta didik disuruh menulis/mengarang dan atau bercerita di depan kelas.
Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu. Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses  pembelajaran (Wina Sanjaya : 2006). Menurut Suparno (1997:49 ) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah :
  • pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial;
  • pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar;
  • siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah;
  • guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.


2. Menemukan (Inquiry)
Komponen inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik bukan hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan dari hasil menemukan sendiri. Kegiatan inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Merumuskan masalah
b. Mengamati/melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil
d. Mengkomunikasikan kepada pembaca

3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis kontekstual. Tujuan bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian kepada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya dapat diterapkan dalam bentuk ketika peserta didik berdiskusi, bekerja dalam kelompok, menemui kesulitan, mengamati sesuatu. Kegiatan bertanya ini dapat dilakukan antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan nara sumber. Kegiatan bertanya berguna untuk :
1)   menggali informasi,
2)   menggali pemahaman siswa,
3)   membangkitkan respon kepada siswa,
4)   mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
5)   mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,
6)  memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru,
7)   membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Ciri kelas berbasis masyarakat belajar adalah pembelajaran dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok. Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama. Kelompok belajar disarankan terdiri atas peserta didik yang kemampuannya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu membimbing yang belum tahu, yang memiliki gagasan segera menyampaikan usulnya. Kelompok belajar bisa bervariasi, baik jumlahnya, maupun keanggotaannya, bisa juga melibatkan peserta didik di kelas atasnya.
Leo Semenovich Vygotsky, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi mebutuhkan bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Model pembelajaran dengan teknik ”Learning Community ” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Praktiknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
1)      Pembentukan kelompok kecil
2)      Pembentukan kelompok besar
3)      Bekerja dengan kelas sederajat
4)      Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
5)      Bekerja dengamn masyarakat

5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran dilakukan dengan cara memberikan model atau contoh yang perlu ditiru. Guru yang merasa kurang mampu membacakan puisi, atau bermain drama, tidak perlu cemas karena guru bukan satu-satunya yang dapat dijadikan model. Guru dapat meminta kepada teman sejawat, atau mendatangkan pihak luar, pembaca puisi, atau pemain drama yang sudah terkenal. Dengan demikian guru pun dapat melaksanakan pembelajaran puisi drama lewat model tadi. Demikian pula pembelajaran menulis/mengarang kita dapat memberikan contoh-contoh tulisan yang baik yang telah kita pilih.
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya.
Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang baru dilakukan. Refleksi juga merupakan tanggapan terhadap kegiatan yang baru dilakukan atau pengetahuan yang baru diterima. Pada akhir pembelajaran, kita menyediakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan refleksi. Kegiatan refleksi ini diwujudkan dalam bentuk:
a. pernyataan langsung tentang semua yang diperolehnya,
b. catatan di buku peserta didik,
c. kesan dan saran peserta didik tentang pembelajaran yang telah berlangsung,
d. diskusi,
e. hasil karya.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian pembelajaran berbasis kontekstual ini dilakukan dengan mengamati peserta didik menggunakan bahasa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kemajuan belajar juga dinilai dari proses, bukan semata-mata dari hasil. Penilaian bukan hanya oleh guru, melainkan bisa juga dari teman atau orang lain. Asesmen autentik dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung secara berkesinambungan dan terintegrasi. Asesmen tersebut pun dilaksanakan untuk keterampilan performansi.
Penilaian nyata (Authentic Assessment ) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses Belajar bukan kepada hasil belajar.
1.1.3 Karakteristik Prinsip Kontekstual
1)   Kerjasama
2)   Saling menunjang
3)   Menyenangkan, tidak membosankan
4)   Belajar dengan bergairah
5)   Pembelajaran terintegrasi
6)   Menggunakan berbagai sumber
7)   Siswa aktif
8)   Sharing dengan teman
9)   Siswa kritis guru kreatif
10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,  artikel, humor dan lain-lain
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.

1.2 Prinsip Fungsional
Dalam kurikulum 2004 dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan baik dan benar. Hal ini sejalan dengan prisip pembelajaran bahasa yang fungsional, yaitu pembelajaran bahasa harus dikaitkan dengan fungsinya, baik dalam berkomunikasi maupun dalam memenuhi keterampilan untuk hidup (Purnomo, 2002: 10-11).
Prinsip fungsional pembelajaran bahasa pada hakikatnya sejalan dengan konsep pembelajaran pendekatan komunikatif. Konsep pendekatan komunikatif mengisyaratkan bahwa guru bukanlah penguasa dalam kelas. Guru bukanlah satu-satunya pemberi informasi dan sumber belajar. Sebaliknya, guru sebagai penerima informasi (Hairuddin, 2000:136). Jadi pembelajaran didasarkan pada multisumber. Dengan kata lain, sumber belajar terdiri atas guru, peserta didik, dan lingkungan. Lingkungan terdekat adalah kelas. Lebih tegas lagi Tarigan (dalam Hairuddin, 2000: 136) mengungkapkan bahwa dalam konsep pendekatan komunikatif peran guru adalah sebagai pembelajar dalam proses belajar-mengajar, di samping sebagai pengorganisasi, pembimbing, dan peneliti. Pelaksanaan pembelajaran bahasa di kelas yang fungsional ini adalah menggunakan teknik bermain peran.

1.3 Prinsip Integratif
Salah satu hakikat bahasa adalah sebuah sistem. Hal tersebut berarti suatu keseluruhan kegiatan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan untuk mencapai tujuan berbahasa yaitu berkomunikasi.
Subsistem bahasa adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Keempat subsistem ini tidak dapat berdiri sendiri. Artinya, pada saat kita menggunakan bahasa, tidak hanya menggunakan salah satu unsur tersebut saja. Pada waktu berbicara, kita menggunakan kata. Kata disusun menjadi kalimat. Kalimat diucapkan dengan menggunakan intonasi yang tepat. Dalam kaitan ini, secara tidak sadar, kita telah memadukan unsur fonologi (lafal, intonasi), morfologi (kata), sintaksis (kalimat), dan semantik (makna kalimat).
Berdasarkan kenyataan di atas, maka pembelajaran bahasa hendaknya tidak disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran Bahasa Indonesia harus secara terpadu atau terintegratif. Kita mengajarkan kosa kata, bisa dipadukan pada pembelajaran membaca, menulis, atau berbicara. Mengajarkan kalimat, bisa kita padukan dengan menyimak, berbicara, membaca, atau menulis.
Demikianlah pula pada saat pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa disajikan, kita tidak hanya mengajarkan berbicara saja, tetapi secara tidak langsung kita pun mengajarkan menyimak. Kegiatan berbicara tidak dapat berlangsung tanpa ada kegiatan menyimak. Begitu pula pada saat pembelajaran menulis atau mengarang berlangsung, akan berpadu pulalah dengan pembelajaran membaca. Jadi jelaslah, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia tidak dapat disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran bahasa Indonesia harus diajarkan secara terpadu.

1.4 Prinsip Apresiatif
Prinsip apresiatif lebih ditekankan pada pembelajaran sastra. Istilah prinsip apresiatif berasal dari kata kerja dalam bahasa Inggris ”appreciati” yang berarti menghargai, menilai, menjadi kata sifat “appresiative” yang berarti senang (Echols dan Shadely, Hasan, 1993:35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988:46) kata “apresiasi” berarti “penghargaan”. Dalam buku ajar ini istilah apresiatif dimaknai yang “menyenangkan”. Jadi prinsip apresiatif berarti prinsip pembelajaran yang menyenangkan.
Menilik artinya tersebut berarti prinsip ini tidak hanya berlaku bagi pembelajaran sastra, tetapi juga bagi pembelajaran aspek yang lain, bahkan untuk mata pelajaran di luar mata pelajaran bahasa Indonesia. Namun, karena yang menggunakan istilah ini hanya pembelajaran sastra, seperti yang tercantum dalam Kurikulum 2004, apresiasi sastra merupakan salah satu komponen dari standar kompetensi di SD dan MI (madrasah ibtidaiyah) yang diintegrasikan pada aspek keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Jadi, prinsip pembelajaran yang apresiatif  berarti pembelajaran yang menyenangkan.  Jika dilihat dari artinya, prinsip apresiatif ini tidak hanya berlaku untuk pembelajaran sastra, tetapi juga untuk pembelajaran aspek yang lain seperti keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Dalam hal ini pembelajaran sastra dapat dipadukan dalam pembelajaran keempat keterampilan berbahasa tersebut.

1.5 Contoh Penerapan Prinsip Kontekstual, Fungsional, Integratif, dan Apresiatif dalam Pembelajaran di Kelas
Mata Pelajaran          : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester          : I (satu)/1 (satu)
Waktu                        : 2 jam pelajaran

A. Standar Kompetensi
Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan melalui perkenalan, tegur sapa, fungsi anggota tubuh, dan deklamasi.

B. Kompetensi Dasar
Menyalin puisi anak sederhana dengan huruf lepas

C. Indikator
Menyalin puisi anak dengan huruf lepas agar terbaca orang lain dan dapat membacanya dengan suara nyaring.

D. Tujuan Pembelajaran:
Peserta didik dapat membacanya dengan lancar dan suara nyaring.

E. Materi Pokok
Teks sastra
“Dua Mata Saya”
dua mata saya, hidung saya satu
dua kaki saya, pakai sepatu baru
dua telinga saya, kiri dan kanan
satu mulut saya, tidak berhenti makan

F. Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Awal/Pendahuluan
a.   Apersepsi: Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi.
Contoh: Anak-anak siapa yang dapat menunjukkan mata? Berapa jumlahnya? Siapa lagi yang dapat menunjukkan kaki? Berapa jumlahnya? Mana telinga kita, ayo siapa yang dapat menunjukkan? Kalau mulut untuk apa, ayo mana mulut, siapa yang mau menunjukkan? Iya, anak Bapak pintar-pintar. Nah, anak-anak kita nanti menyanyi dan membaca! Mau kan?
b. Motivasi
Motivasi dapat dilakukan dengan cara menyampaikan atau menjelaskan manfaat terampil menyanyi dan membaca.
Umpamanya: Anak-anak tahu tidak kalau kita pintar bernyanyi dan pintar membaca? Kalau anak-anak pintar bernyanyi, bisa jadi penyanyi yang terkenal. Bisa nyanyi di televisi atau di radio. Anak-anak mau kan menjadi penyanyi terkenal? Tentu mau kan? Kalau anak-anak pintar membaca, wah anak-anak bisa menjadi penyiar acara televisi atau radio. Mau kan, anak-anak? Ya, tentunya anak-anak Bapak mau semua.
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran. Jelaskanlah sesuai dengan tujuan pembelajaran di atas!

2. Kegiatan Inti
a.   Peserta didik diajak menyanyikan lagu “Dua Mata Saya” secara bersama-sama, kelompok demi kelompok, dan perorangan.
b.   Peserta didik memperhatikan contoh membaca teks puisi yabg diperagakan oleh guru (ekspresi atau mimik, gerak tangan menunjuk organ tubuh sesuai dengan diksi dalam teks lagu). Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang.
c.   Peserta didik diajak menirukan apa yang dilakukan guru. Kegiatan ini juga dilakukan berulang-ulang, diteruskan secara berkelompok, berpasangan dan dapat juga dilakukan secara perorangan.
d.   Kegiatan bisa diakhiri dengan peserta didik disuruh menyalin teks puisi dengan huruf lepas yang mudah dibaca oleh orang lain.

3. Kegiatan Akhir/Penutup
a.   Kegiatan refleksi
Kegiatan ini dilakukan dengan menanyakan kepada peserta didik apakah kegiatan pembelajaran tadi mengasyikkan atau tidak, menyenangkan atau tidak, dsb.
b.   Penegasan, dilakukan dengan cara menjelaskan kembali tata cara membaca dengan memperagakan anggota badan atau organ tubuh, dsb.
c.   Tindak lanjut
Kegiatan ini diisi dengan memuji keberhasilan yang sudah diraih oleh peserta didik.
Contoh: Wah, anak-anak sudah pintar membaca, berdeklamasi, dan menulis dengan bagus. Untuk peserta didik yang sudah bagus diberi tugas berupa pengayaan mencari nyanyian lain yang pendek. Bagi yang belum, diberi tugas untuk belajar membaca lagi di rumah dan minta bantuan orang tua atau kakaknya.
G. Sumber/Media
Sumber: Cinta Buku Bahasa Kita IA Halaman 82
Media: Karton bertuliskan teks sastra berjudul “Dua Mata Saya”

H. Penilaian
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
Aspek yang dinilai adalah lafal, intonasi, dan ekspresi. Bobot skor, umpamanya, untuk lafal diberi nilai 4, intonasi 3, ekspresi 3. Jumlah skor maksimum 10 (kalau rentangan 0—10 yang digunakan)


DAFTAR PUSTAKA

Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Pujiro, Makalah Prinsip Pembelajaran Bahasa, http://pujirokhayanti999.blogspot.co.id/ 2014/01/ makalah-prinsip-pembelajaran-bahasa-dan.html . Diakses pada 16 September 2015 Pukul 14.00 WIB
Vianingsih, Makalah Metode Pembelajaran Integratif, http://tembakauasligarut.blogspot.co.id/ 2013/01/makalah-metode-pembelajaran-integratif.html diakses pada 16 September 2015 Pukul 14.00 WIB
Lulu, Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual https://kirimtugas. wordpress. com/2014/05/05/penerapan-konsep-dan-prinsip-pembelajaran-kontektual.html Diakses pada 16 September 2015 Pukul 14.00 WIB




0 komentar:

Posting Komentar